Transportasi merupakan element yang sangat penting dalam system dristibusi minyak, untuk itu perlu dicari pola angkutan dan besarnya (jumlah) BBM yang diangkut pada masing-masing rute, yang meminimumkan ongkos angkut secara keseluruhan, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Berdasarkan hal itu akan ditentukan kebutuhan armada kapal yang diperlukan untuk angkutan BBM beserta spesifikasinya baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Sehingga pendristibusian dari Origin (pelabuhan asal) ke Destination (pelabuhan tujuan) bisa berjalan maksimal (biaya bisa ditekan dan minyak bisa disalurkan secara maksimal).
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa satu pelabuhan dapat berfungsi ganda yaitu bisa sebagai Origin dan Destination.
Distribusi Ketersediaan Kapal Angkutan BBM dan Crude Oil Dalam Negeri Tahun 1996
Keterangan : NS = kapal swasta nasional, NP = kapal milik Pertamina, AS = kapal asing milik swasta, AP = kapal asing yang di-charter Pertamina
Sumber: Hubla, 1997, diolah
Hasil optimasi sistem distribusi BBM dalam negeri berdasarkan pola bongkar muat dan pola distribusi BBM yang ada (tahun 1995). Maksud dan tujuannya adalah memperbaiki sistem distribusi yang sudah ada, dalam arti mencari sistem distribusi yang lebih efisien (meminimalkan ongkos angkut total) dibandingkan dengan distribusi tahun 1995. Berdasarkan pola yang ada, maka pola distribusi yang dikembangkan adalah sistem distribusi multi lokasi (model transshipment). Dengan keterbatasan-keterbatasan data yang ada, sistem ini dikerjakan dengan catatan (1) Pelabuhan-pelabuhan muat berfungsi sebagai origin (asal), (2) pelabuhan-pelabuhan tujuan berfungsi sebagai destination (tujuan), (3) pelabuhan-pelabuhan bongkar dan muat berfungsi sebagai transshipment point (transit), (4) data jarak antara berfungsi sebagai ongkos angkut (unit cost) antar pelabuhan dengan asumsi bahwa ongkos angkut satuan proporsional dengan jarak antar pelabuhan, (5) dicari pola distribusi BBM tanpa “melanggar” pola distribusi yang ada sedemikian sehingga diperoleh ongkos angkut yang lebih efisien.
Pola distribusi ini dikerjakan dengan menggunakan program pada piranti lunak QSB+. Piranti lunak ini memiliki kemampuan untuk melakukan program optimasi dan riset operasi. Dijalankan dengan sistem DOS, program ini sejenis dengan TORA (Taha, 1995).
Untuk melihat efisiensi distribusi BBM, akan dibandingkan ongkos total pola distribusi berdasar data tahun 1995 dan pola distribusi berdasar hasil hitungan model. Dalam hal ini yang dimaksud ongkos total adalah jumlah jarak kali muatan secara keseluruhan. Jarak dihitung dalam ratusan nautical miles (NM) sedangkan muatan diukur dalam ratusan ton. Dari data diperoleh ongkos total berdasarkan pola distribusi tahun 1995 sebesar 4.614.345,65 (104 NM.T) sedangkan ongkos total berdasar perhitungan optimasi di atas sebesar 3.359.536 (104 NM.T). Akhirnya diperoleh efisiensi sebesar :
Tabel 3. Efisiensi Sistem Distribusi Tiap Jenis BBM Tahun 1995
Keterangan :
1. Pexist : kinerja sistem distribusi suatu jenis BBM eksisting (ribu ton.hari).
2. Popt. : kinerja sistem distribusi suatu jenis BBM hasil pemodelan (ribu ton.hari).
3. S (Savings) : penghematan atau efisensi sistem distribusi (%).
4. Perhitungan hari didasarkan pada jarak tempuh (NM), waktu perjalanan, tunggu dan delay.
Referensi :
http://www.pustral-ugm.org